Berdirinya lembaga perguruan tinggi UNIVA, awalnya merupakan ide dari tokoh-tokoh Al Washliyah, seperti H. M. Arsyad Thalib Lubis, H. Adnan Lubis, H. Udin Syamsuddin, H. M. Nurdin, OK. H. Abdul Aziz, dan Drs. H. Nukman Sulaiman. 26 Para tokoh pendiri adalah orang yang duduk di legislatif dan eksekutif di samping mereka adalah para ulama yang dikagumi oleh masyarakat. Ulama-ulama terkemuka dan politikus yang di sebutkan namanya di atas adalah anggota legislatif (Konstituante) di DPRD Tk.I Sumatera Utara. Sedangkan Udin Syamsuddin menjadi anggota Parlemen (DPR Pusat) di Jakarta utusan dari propinsi Sumatera Utara. Tokoh-tokoh tersebut merupakan anggota dari Partai Masyumi hasil pemilu 1955. Posisi strategis para tokoh tersebut menjadi salah satu sebab mengapa UNIVA cepat berkembang dan terkenal. Selain mudah mendapatkan bantuan dan perhatian Pemerintah, UNIVA juga mudah mendapatkan kepercayaan dan pengakuan dari masyarakat karena dikelola oleh ulama kharismatik yang
sekaligus menjadi tenaga pengajar. Sehingga UNIVA tampil sebagai universitas Islam yang berkualitas. Untuk mengenang jasa mereka kiranya di sini hanya dapat disebutkan riwayat hidup beberapa tokoh saja, tanpa melupakan jasa yang lainnya. Tokoh yang berperan sebagai pendiri, sekaligus sebagai pengajar di UNIVA yaitu :
- H.M. Arsyad Thalib Lubis (1908–1972)
Ia adalah seorang tokoh pendiri organisasi Al Washliyah dan penggagas berdirinya UNIVA. Penampilannya yang kharismatik dan keluasan ilmunya menjadikannya memperoleh gelar Guru Besar dari UNIVA pada disiplin Ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh. Fatwa hukumnya dijadikan rujukan
khususnya oleh warga Al-Washliyah. 41 Ia juga seorang muballig dan orator ulung. Kepopulerannya telah mengharumkan nama UNIVA sebagai tempatnya mengajar. Kehadirannya memotivasi masyarakat untuk kuliah di universitas milik Al Washliyah tersebut. Keahliannya dalam hal tulis menulis,
dan keluasan ilmunya juga telah mengantarkannya menjadi sekretaris hingga menduduki berbagai posisi, dan terakhir ia menduduki posisi sebagai wakil ketua dalam struktur kepengurusan PB. Al Washliyah mendampingi H. Abdurrahman Syihab sebagai ketua pada tahun 1949. Sedangkan dalam organisasi politik, ia sangat berani dan kritis terhadap siapa saja yang bersikap tidak sesuai dengan konsep kebenaran. Hal itu ia buktikan dengan sikapnya yang menentang Belanda dalam pembentukan Negara Sumatera Timur (NST). Sekalipun sikapnya ini bertolak belakang dengan pihak Kesultanan Deli yang selama ini menjadi mitranya dalam membesarkan Al Washliyah. Termasuk juga sikap kritisnya terhadap
pemerintahan orde lama. Ia adalah orang yang siap menerima resiko atas segala tindakannya. Karakter yang ditampilkan Arsyad Thalib ini menurut Usman Pelly adalah karakter ”Prinsipil-Pragmatis” yang harus diteladani oleh tokoh Al Washliyah masa sekarang. Namun hingga sekarang belum ditemukan karakter tokoh Al Washliyah sebagaimana yang Arsyad Thalib contohkan.
a. Keluarganya
Ia adalah putra Mandailing kelahiran tanah Melayu, tepatnya lahir di Stabat, Sumatera Utara, tahun 1908 dan meninggal 6 Juli 1972 di Medan. la dilahirkan sebagai putra kelima dari pasangan Lebai Thalib bin Ibrahim Lubis dan Markoyum Nasution. Ayahnya berasal dari kampung Pastap, Kotanopan, Tapanuli Selatan yang migrasi dan menetap di Stabat. Berprofesi sebagai petani yang agamis sehingga mendapat panggilan “Lebai”. Abangnya Syekh H. Baharuddin Thalib Lubis (1905-1965) juga seorang ulama dan pernah belajar di Kedah, Malaysia (1927-1930) dan di Mekah (1930-1935).
b. Pendidikannya
Muhammad Arsyad Thalib Lubis menjalani pendidikannya di berbagai daerah di Sumatra Utara. la menjalani sekolah umum di Sekolah Rakyat Stabat. Sedang Pendidikan agama la peroleh di Madrasah Islam di Stabat (1917-1920), Madrasah Islam di Binjai (1921-922), Madrasah Ulumil Arabiyah di Tanjung Balai, Asahan (1923-1924), dan Madrasah Hasaniyah Medan (1925-1930). Kemudian ia mempelajari Ilmu Tafsir Hadis, Usul Fikih, dan Fikih kepada Syeikh Hasan Maksum (1884-1937) seorang ulama terkemuka di Medan. la adalah seorang murid yang cerdas dan rajin sehinga ketika belajar di Madrasah Binjai, ia mendapat pekerjaan dari gurunya, H. Mahmud Ismail Lubis, untuk menyalin karangan yang akan dimuat di surat kabar. Pekerjaan ini sekaligus menjadi latihan baginya dalam hal tulis-menulis yang menjadi salah satu profesinya di masa dewasa.
b. Pendidikannya
Muhammad Arsyad Thalib Lubis menjalani pendidikannya di berbagai daerah di Sumatra Utara. la menjalani sekolah umum di Sekolah Rakyat Stabat. Sedang Pendidikan agama la peroleh di Madrasah Islam di Stabat (1917-1920), Madrasah Islam di Binjai (1921-922), Madrasah Ulumil Arabiyah di Tanjung Balai, Asahan (1923-1924), dan Madrasah Hasaniyah Medan (1925-1930). Kemudian ia mempelajari Ilmu Tafsir Hadis, Usul Fikih, dan Fikih kepada Syeikh Hasan Maksum (1884-1937) seorang ulama terkemuka di Medan. la adalah seorang murid yang cerdas dan rajin sehingga ketika belajar di Madrasah Binjai, ia mendapat pekerjaan dari gurunya, H. Mahmud Ismail Lubis, untuk menyalin karangan yang akan dimuat di surat kabar. Pekerjaan ini sekaligus menjadi latihan baginya dalam hal tulis-menulis yang menjadi salah satu profesinya di masa dewasa.
c. Karyanya
Sejak tahun 1928 pada usia 20 tahun, Arsyad Thalib Lubis sudah aktif menulis di majalah. Pada tahun 1928-1931 ia menjadi penulis majalah Fajar Islam. Kemudian ia menjadi pemimpin redaksi majalah Medan Islam (1934- 1942), pemimpin redaksi majalah Dewan Islam (1945), dan anggota redaksi al-Islam (1955-1957). Pada usia 28 tahun, menulis buku pertamanya, Rahasia Bibel, terbit pada tahun 1936. Buku ini menjadi pegangan para mubaligh dan dai Al Washliyah dalam penyiaran Islam di Porsea, Tapanuli Utara Selain itu, ia juga menulis buku di berbagai bidang ilmu agama. Pada bidang akidah, ia antara lain menulis buku; Imam Mahdi, Pokok-Pokok Kepercayaan dalam Islam, Pelajaran Iman, Pelajaran Tauhid, dan Akidah Imaniyah. Pada bidang Fikih, Usul Fikih, dan Akidah, ia menulis Ilmu Fikih, Fatwa Mengenai sebelas Masalah Agama, Ilmu Pembagian Pusaka, Jaminan Kemerdekaan Beragama dalam Hukum Islam, al-Usul fi ‘ilma al-Usul (pokokpokok dalam Ilmu Usul Fikih), dan al-Qawa’id al-Fiqhiah (Kaidah-Kaidah Fikih, dua jilid). Pada bidang ibadah ia menulis Pemimpin Haji Mabrur, Pelajaran Ibadah, dan Himpunan Doa Nabi-Nabi. Pada bidang perbandingan agama, ia menulis Ruh Islam, Islam di Polandia, Istilahat al-Muhaddis
(Istilah-istilah Ahli Hadis), Pembahasan di Sekitar Nuzulul Qur’an, Kisah Isr’a Mi’raj, dan Pedoman Mati.